Oleh :
Rino Susilo
Peradah Sumbermanggis Barurejo
Indonesia
merupakan bangsa yang memiliki keanekaragaman agama, suku, ras, dan budaya. Keanekaragaman
tersebut karena dipengaruhi oleh letak geografis yang terbentang dari Sabang
sampai Merauke. Kenyataan ini sudah semestinya diterima dengan baik oleh
seluruh masyarakat Indonesia dan menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bahwa
Bangsa Indonesia memiliki kekayaan yang berbeda dari negara-negara lain. Sebagai
negara beranekaragam tentu ada sebuah landasan dasar yang mampu merangkul
keberagaman tersebut yaitu Pancasila. Pancasila merupakan dasar negara yang
nenjadi warisan pusaka pahlawan pejuang bangsa yang adiluhung untuk menyatukan
negara yang plural atau majemuk yang terdiri dari perbedaan-perbedaan
didalamnya.
“Sebersih apapun sepatu dicuci,
ada saja kerikil yang terselip”. Pribahasa ini mengandung makna bahwa walaupun
Pancasila sudah mampu menyatukan berbagai perbedaan yang ada, tetap saja ada kelompok-kelompok
kecil yang ingin merusaknya demi kepentingannya sendiri. Dewasa ini kita telah
banyak mendengar kasus-kasus yang sangat memprihatinkan terkait dengan pudarnya
keutuhan dan kesatuan bangsa. Seperti kasus pelecahan agama yang dilakukan oleh
oknum tertentu yang bertujuan untuk menunjukkan bahwa agama yang dianutlah
paling benar. Hal ini bermula dari adanya fanatisme yang berlebihan dari oknum-oknum
yang menganggap bahwa anggapan agamanya yang paling benar, menutup kemungkinan
sebuah kebenaran, menggagap bahwa agama lain salah dan berujung pada tindakan
radikalisme (Kamaruddin & Sabannur, 2018:77). Masalah ini tidak hanya
dilakukan oleh satu agama tertentu, akan tetapi juga ada oknum-oknum dari agama
lain yang saling melecehkan. Sifat fanatisme boleh saja dilakukan jika dibawa
kedalam diri demi untuk kedamaian pribadi dan tidak semestinya diterapkan
diluar jika hanya akan menciptakan konflik. Pemahaman terkait dengan moderasi
beragama, pembelajaran perdamaian dan resolusi konflik dalam bangsa yang
pluralis sangat penting dilakukan dalam Pendidikan. Adawiyah, dkk (2019:29)
menyatakan bahwa untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama, penerapan
pendidikan multikultural penting diterapkan dalam setiap proses pembelajaran
baik di dalam kelas di luar kelas ataupun di dalam sekolah dan di luar sekolah.
Sehingga sikap nasionalis tertanam sejak dini untuk menjaga keutuhan Bangsa
Indonesia dan terciptanya sebuah toleransi yang mampu memahami dan menerima
perbedaan antar umat beragama
Berangkat dari permasalahan tersebut agama Hindu memiliki ajaran yaitu Vasudhaiva Kutumbakam yang merangkul tanpa membeda-bedakan bahkan menganggap kita semua bukanlah pemilik agama itu sendiri. Semua mahkluk hidup hanyalah insan yang hanya menjalankan karmanya masing-masing yang sudah diperbuat dalam kehidupan terdahulu. Vasudhaiva Kutumbakam adalah ajaran Agama Hindu yang merupakan ungkapan bahasa Sansekerta yang berarti kita semua bersaudara, seluruh dunia adalah satu keluarga tunggal tanpa membedakan-bedakan. Vasudhaiva Kutumbakam disebutkan dalam kitab Maha Upanisad 6.72 yang berbunyi:
“Ayam
bandhurayam neti gananā laghuchetasām, Udāracharitānām tu vasudhaiva
kutumbakam”
Artinya:
Ada beberapa orang yang berpikir sempit bahwa saudara itu memiliki batasan
entah itu suku, bangsa ras dan mungkin agama. Pemikiran sempit seperti ini
adalah reaksi dari ego, dengan cara berpikir seperti itu maka mereka telah
menghilangkan nilai nilai kemanusiaan yakni cinta kasih terhadap sesama, mereka
membatasi diri untuk mencintai semua mahluk hidup. Membantu sesama manusia
adalah salah satu implementasi dari Vasudhaiva Kutumbakam.
Selain
itu kitab Hitopadesh 1.3.71 juga menjelaskan terkait dengan ajaran Vasudhaiva
Kutumbakam yang berbunyi :
“Ayam nijah paroveti gananā laghuchetasām,
Udāracharitānām tu vasudhaiva kutumbakam”
Artinya : Ini adalah tempat saya dan orang yang
berada di luar adalah orang asing, merupakan pemikiran sempit. gunakanlah hati
nurani karena bagaimanapun, seluruh bumi adalah sebuah keluarga.
Dari dua sloka tersebut sudah jelas bahwa semua
mahkluk yang ada di alam semesta ini pada dasarnya adalah sama. Sesuai dengan
sabda Tuhan dalam Bhagawad Gita Bab 14 sloka 4 yang menjelaskan bahwa
semua mahkluk adalah satu keluarga dengan satu ayah yang sama yaitu Ida Sang
Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan adalah sumber dari segala sumber.
Benih yang memberikan kehidupan. Kehidupan bukan hanya di planet ini saja
tetapi diseluruh planet yang ada di alam semesta. Para mahkluk hidup berada
dimana-mana; di dalam tanah, udara, bahkan didalam api juga terdapat kehidupan.
Hanya karena mahkluk hidup memiliki karma yang berbeda-beda, maka mahkluk hidup
menerima badan yang berbeda pula.
Aplikasi ajaran vasudhaiva
kutumbakam dapat dilakukan mulai dari diri sendiri yaitu dengan
menganggap bahwa badan ini sejatinya bukanlah sang diri melainkan saudara
terdekat untuk menjalankan ajaran-ajaran dharma. Kemudian dapat dilanjutkan
pada tingkat keluarga, kerabat, orang lain dan semua mahkluk yang ada
sekitarnya. Vasudhaiva kutumbakam juga mengajarkan bagaimana
meningkatkan kualitas spiritual sang diri. Jika semua mahkluk mengganggap bahwa
segala yang ada di bumi ini bukanlah miliknya, mulai berfikir bahwa “Aku
bukanlah penganut agama tertentu, aku bukanlah orang yang berasal dari tempat
tertentu, dan aku bukanlah badan ini”. Berfikir seperti ini bukanlah mengajak
semua mahkluk untuk tidak beragama, namun lebih dari itu yaitu meningkatkan
kualitas spiritual dalam beragama.
Dilihat
dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, Agama memiliki arti sistem yang mengatur
tata keimanan (Kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta
tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia dengan
lingkungannya. Jelas bahwa agama merupakan sebuah tuntunan untuk membimbing
umat manusia agar menjalankan suatu tatanan kehidupan guna mencapai
keharmonisan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia
dengan lingkungan. Dalam agama Hindu ajaran ini disebut dengan Tri Hita Karana
dan tentunya setiap penganut kepercayaan mimiliki tuntunan dengan kitab sucinya
masing-masing yang menjadikan hal mutlak kebenaran bagi pemeluknya.
Agama
Hindu adalah agama yang berasal
dari kata Sindhu dalam bahasa Sanskerta, yaitu nama sebuah sungai di
sebelah barat daya Subbenua India. Jelas bahwa Hindu itu sendiri merupakan
letak geografis. Inti ajaran agama Hindu yang sebenarnya adalah Sanatana Dharma
yang artinya kebenaran abadi dengan sumber tuntunannya adalah kitab suci Weda.
Karena kemudian ajaran ini masuk ke Indonesia maka menjadi Hindu Dharma yang
proses pelaksanaan yaitu mengejawantahkan dengan ajaran tradisi lokal. Terlepas
dari itu semua, ajaran-ajaran Weda juga tetap dijalankan dengan baik. Terbukti
bahwa ajaran vasudhaiva kutumbakam secara tidak langsung
menjadikan umat Hindu bahkan umat beragama lain ikut mengimplementasikan ajaran
ini untuk dapat menyatukan
perbedaan-perbedaan yang ada di Indonesia. Berikut adalah salah satu contoh
penerapan ajaran vasudhaiva kutumbakam:
Gambar
1. Peradah Bagi-bagi takjil saat menjelang berbuka puasa umat Muslim
(Sumber foto : Dok.Penulis)
Jika
ajaran vasudhaiva kutumbakam diselami lebih dalam lagi, maka kegiatan
yang dilakukan oleh umat manusia dengan latar belakang yang berbeda-beda tidak
semata-mata hanya menunjukkan wujud toleransi saja. Lebih dari itu manusia
menganggap bahwa semua mahkluk adalah saudara. Seperti halnya manusia menolong
saudara dekatnya bukan karena toleransi tapi karena suatu keseharusan. Semua
mahkluk sama. Sama-sama mewujudkan bentuk kesetaraan umat manusia maupun
mahkluk hidup yang lain lebih dari karena perbedaan. Semua mahkluk bersaudara
bukan lagi sekadar wujud toleransi perbedaan. Menyayangi hewan maupun tumbuhan
juga termasuk ajaran vasudhaiva kutumbakam, karena hewan dan tumbuhan
juga mahkluk hidup. Hal-hal semacam ini merupakan sebuah keseharusan yang harus
dilakukan bagi semua umat manusia.
Sebagai
generasi Hindu dengan memahami bahwa implementasi ajaran vasudhaiva
kutumbakam tidak hanya sebagai wujud toleransi karena perbedaan saja. Lebih
dari itu, hal kebaikan adalah suatu keseharusan. Bangsa Indonesia adalah bangsa
yang majemuk. Terdapat berbagai macam-macam agama, suku, ras dan budaya. Ajaran
vasudhaiva kutumbakam merupakan ajaran yang sangat relevan untuk
diterapkan. Dengan menerapkan ajaran vasudhaiva kutumbakam, akan
menciptakan generasi hindu sebagai benteng terdepan untuk menjaga kehidupan
Bangsa Indonesia yang Multikultural.
DAFTAR
PUSTAKA
Adawiyah, R., Mansur, M., & Handayani, T. (2019). Analisis Penerapan Pendidikan Multikultural Dalam Menciptakan Toleransi Antar Umat Beragama DI SMP IMMANUEL BATU. Jurnal Civic Hukum, 4(1), 29. Tersedia pada: https://garuda.ristekbrin.go.id/documents/detail/1310762/diakses 28 April 2021
Agama (Def. 1)(n.d). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. Diakses melalui: https://kbbi.web.id/agama, 28 April 2021
Kamaruddin, &
Sabannur. (2018). Toleransi Antar Umat Beragama Penganut Islam dan
Hindu-Dharma Di Desa Toabo Kecamatan Papalang, Kabupaten Mamuju. Jurnal
Sosial dan Agama, 5(1), 77. Tersedia pada:
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/adyan/article/view/10003/6926/diakses
28 April 2021