https://docs.google.com/forms/d/1iRX2ylWnAGbcVD-RkbZMITVXwwEmZ2gbpITR2SxFY7Q/edit
Pengalamanku
Lakukan segala sesuatu dengan ikhlas dan penuh perjuangan
Monday 7 November 2022
Thursday 20 May 2021
IMPLEMENTASI VASUDHAIVA KUTUMBAKAM LEBIH DARI SEKADAR TOLERANSI DALAM KEHIDUPAN MULTIKULTURAL
Oleh :
Rino Susilo
Peradah Sumbermanggis Barurejo
Indonesia
merupakan bangsa yang memiliki keanekaragaman agama, suku, ras, dan budaya. Keanekaragaman
tersebut karena dipengaruhi oleh letak geografis yang terbentang dari Sabang
sampai Merauke. Kenyataan ini sudah semestinya diterima dengan baik oleh
seluruh masyarakat Indonesia dan menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bahwa
Bangsa Indonesia memiliki kekayaan yang berbeda dari negara-negara lain. Sebagai
negara beranekaragam tentu ada sebuah landasan dasar yang mampu merangkul
keberagaman tersebut yaitu Pancasila. Pancasila merupakan dasar negara yang
nenjadi warisan pusaka pahlawan pejuang bangsa yang adiluhung untuk menyatukan
negara yang plural atau majemuk yang terdiri dari perbedaan-perbedaan
didalamnya.
“Sebersih apapun sepatu dicuci,
ada saja kerikil yang terselip”. Pribahasa ini mengandung makna bahwa walaupun
Pancasila sudah mampu menyatukan berbagai perbedaan yang ada, tetap saja ada kelompok-kelompok
kecil yang ingin merusaknya demi kepentingannya sendiri. Dewasa ini kita telah
banyak mendengar kasus-kasus yang sangat memprihatinkan terkait dengan pudarnya
keutuhan dan kesatuan bangsa. Seperti kasus pelecahan agama yang dilakukan oleh
oknum tertentu yang bertujuan untuk menunjukkan bahwa agama yang dianutlah
paling benar. Hal ini bermula dari adanya fanatisme yang berlebihan dari oknum-oknum
yang menganggap bahwa anggapan agamanya yang paling benar, menutup kemungkinan
sebuah kebenaran, menggagap bahwa agama lain salah dan berujung pada tindakan
radikalisme (Kamaruddin & Sabannur, 2018:77). Masalah ini tidak hanya
dilakukan oleh satu agama tertentu, akan tetapi juga ada oknum-oknum dari agama
lain yang saling melecehkan. Sifat fanatisme boleh saja dilakukan jika dibawa
kedalam diri demi untuk kedamaian pribadi dan tidak semestinya diterapkan
diluar jika hanya akan menciptakan konflik. Pemahaman terkait dengan moderasi
beragama, pembelajaran perdamaian dan resolusi konflik dalam bangsa yang
pluralis sangat penting dilakukan dalam Pendidikan. Adawiyah, dkk (2019:29)
menyatakan bahwa untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama, penerapan
pendidikan multikultural penting diterapkan dalam setiap proses pembelajaran
baik di dalam kelas di luar kelas ataupun di dalam sekolah dan di luar sekolah.
Sehingga sikap nasionalis tertanam sejak dini untuk menjaga keutuhan Bangsa
Indonesia dan terciptanya sebuah toleransi yang mampu memahami dan menerima
perbedaan antar umat beragama
Berangkat dari permasalahan tersebut agama Hindu memiliki ajaran yaitu Vasudhaiva Kutumbakam yang merangkul tanpa membeda-bedakan bahkan menganggap kita semua bukanlah pemilik agama itu sendiri. Semua mahkluk hidup hanyalah insan yang hanya menjalankan karmanya masing-masing yang sudah diperbuat dalam kehidupan terdahulu. Vasudhaiva Kutumbakam adalah ajaran Agama Hindu yang merupakan ungkapan bahasa Sansekerta yang berarti kita semua bersaudara, seluruh dunia adalah satu keluarga tunggal tanpa membedakan-bedakan. Vasudhaiva Kutumbakam disebutkan dalam kitab Maha Upanisad 6.72 yang berbunyi:
“Ayam
bandhurayam neti gananā laghuchetasām, Udāracharitānām tu vasudhaiva
kutumbakam”
Artinya:
Ada beberapa orang yang berpikir sempit bahwa saudara itu memiliki batasan
entah itu suku, bangsa ras dan mungkin agama. Pemikiran sempit seperti ini
adalah reaksi dari ego, dengan cara berpikir seperti itu maka mereka telah
menghilangkan nilai nilai kemanusiaan yakni cinta kasih terhadap sesama, mereka
membatasi diri untuk mencintai semua mahluk hidup. Membantu sesama manusia
adalah salah satu implementasi dari Vasudhaiva Kutumbakam.
Selain
itu kitab Hitopadesh 1.3.71 juga menjelaskan terkait dengan ajaran Vasudhaiva
Kutumbakam yang berbunyi :
“Ayam nijah paroveti gananā laghuchetasām,
Udāracharitānām tu vasudhaiva kutumbakam”
Artinya : Ini adalah tempat saya dan orang yang
berada di luar adalah orang asing, merupakan pemikiran sempit. gunakanlah hati
nurani karena bagaimanapun, seluruh bumi adalah sebuah keluarga.
Dari dua sloka tersebut sudah jelas bahwa semua
mahkluk yang ada di alam semesta ini pada dasarnya adalah sama. Sesuai dengan
sabda Tuhan dalam Bhagawad Gita Bab 14 sloka 4 yang menjelaskan bahwa
semua mahkluk adalah satu keluarga dengan satu ayah yang sama yaitu Ida Sang
Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan adalah sumber dari segala sumber.
Benih yang memberikan kehidupan. Kehidupan bukan hanya di planet ini saja
tetapi diseluruh planet yang ada di alam semesta. Para mahkluk hidup berada
dimana-mana; di dalam tanah, udara, bahkan didalam api juga terdapat kehidupan.
Hanya karena mahkluk hidup memiliki karma yang berbeda-beda, maka mahkluk hidup
menerima badan yang berbeda pula.
Aplikasi ajaran vasudhaiva
kutumbakam dapat dilakukan mulai dari diri sendiri yaitu dengan
menganggap bahwa badan ini sejatinya bukanlah sang diri melainkan saudara
terdekat untuk menjalankan ajaran-ajaran dharma. Kemudian dapat dilanjutkan
pada tingkat keluarga, kerabat, orang lain dan semua mahkluk yang ada
sekitarnya. Vasudhaiva kutumbakam juga mengajarkan bagaimana
meningkatkan kualitas spiritual sang diri. Jika semua mahkluk mengganggap bahwa
segala yang ada di bumi ini bukanlah miliknya, mulai berfikir bahwa “Aku
bukanlah penganut agama tertentu, aku bukanlah orang yang berasal dari tempat
tertentu, dan aku bukanlah badan ini”. Berfikir seperti ini bukanlah mengajak
semua mahkluk untuk tidak beragama, namun lebih dari itu yaitu meningkatkan
kualitas spiritual dalam beragama.
Dilihat
dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, Agama memiliki arti sistem yang mengatur
tata keimanan (Kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta
tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia dengan
lingkungannya. Jelas bahwa agama merupakan sebuah tuntunan untuk membimbing
umat manusia agar menjalankan suatu tatanan kehidupan guna mencapai
keharmonisan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia
dengan lingkungan. Dalam agama Hindu ajaran ini disebut dengan Tri Hita Karana
dan tentunya setiap penganut kepercayaan mimiliki tuntunan dengan kitab sucinya
masing-masing yang menjadikan hal mutlak kebenaran bagi pemeluknya.
Agama
Hindu adalah agama yang berasal
dari kata Sindhu dalam bahasa Sanskerta, yaitu nama sebuah sungai di
sebelah barat daya Subbenua India. Jelas bahwa Hindu itu sendiri merupakan
letak geografis. Inti ajaran agama Hindu yang sebenarnya adalah Sanatana Dharma
yang artinya kebenaran abadi dengan sumber tuntunannya adalah kitab suci Weda.
Karena kemudian ajaran ini masuk ke Indonesia maka menjadi Hindu Dharma yang
proses pelaksanaan yaitu mengejawantahkan dengan ajaran tradisi lokal. Terlepas
dari itu semua, ajaran-ajaran Weda juga tetap dijalankan dengan baik. Terbukti
bahwa ajaran vasudhaiva kutumbakam secara tidak langsung
menjadikan umat Hindu bahkan umat beragama lain ikut mengimplementasikan ajaran
ini untuk dapat menyatukan
perbedaan-perbedaan yang ada di Indonesia. Berikut adalah salah satu contoh
penerapan ajaran vasudhaiva kutumbakam:
Gambar
1. Peradah Bagi-bagi takjil saat menjelang berbuka puasa umat Muslim
(Sumber foto : Dok.Penulis)
Jika
ajaran vasudhaiva kutumbakam diselami lebih dalam lagi, maka kegiatan
yang dilakukan oleh umat manusia dengan latar belakang yang berbeda-beda tidak
semata-mata hanya menunjukkan wujud toleransi saja. Lebih dari itu manusia
menganggap bahwa semua mahkluk adalah saudara. Seperti halnya manusia menolong
saudara dekatnya bukan karena toleransi tapi karena suatu keseharusan. Semua
mahkluk sama. Sama-sama mewujudkan bentuk kesetaraan umat manusia maupun
mahkluk hidup yang lain lebih dari karena perbedaan. Semua mahkluk bersaudara
bukan lagi sekadar wujud toleransi perbedaan. Menyayangi hewan maupun tumbuhan
juga termasuk ajaran vasudhaiva kutumbakam, karena hewan dan tumbuhan
juga mahkluk hidup. Hal-hal semacam ini merupakan sebuah keseharusan yang harus
dilakukan bagi semua umat manusia.
Sebagai
generasi Hindu dengan memahami bahwa implementasi ajaran vasudhaiva
kutumbakam tidak hanya sebagai wujud toleransi karena perbedaan saja. Lebih
dari itu, hal kebaikan adalah suatu keseharusan. Bangsa Indonesia adalah bangsa
yang majemuk. Terdapat berbagai macam-macam agama, suku, ras dan budaya. Ajaran
vasudhaiva kutumbakam merupakan ajaran yang sangat relevan untuk
diterapkan. Dengan menerapkan ajaran vasudhaiva kutumbakam, akan
menciptakan generasi hindu sebagai benteng terdepan untuk menjaga kehidupan
Bangsa Indonesia yang Multikultural.
DAFTAR
PUSTAKA
Adawiyah, R., Mansur, M., & Handayani, T. (2019). Analisis Penerapan Pendidikan Multikultural Dalam Menciptakan Toleransi Antar Umat Beragama DI SMP IMMANUEL BATU. Jurnal Civic Hukum, 4(1), 29. Tersedia pada: https://garuda.ristekbrin.go.id/documents/detail/1310762/diakses 28 April 2021
Agama (Def. 1)(n.d). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. Diakses melalui: https://kbbi.web.id/agama, 28 April 2021
Kamaruddin, &
Sabannur. (2018). Toleransi Antar Umat Beragama Penganut Islam dan
Hindu-Dharma Di Desa Toabo Kecamatan Papalang, Kabupaten Mamuju. Jurnal
Sosial dan Agama, 5(1), 77. Tersedia pada:
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/adyan/article/view/10003/6926/diakses
28 April 2021
Friday 1 January 2021
MOMENTUM PELAKSANAAN MODERASI BERAGAMA HINDU PADA MASA PANDEMI COVID-19
Oleh
: Rino Susilo
Munculnya pandemi COVID-19 (Coronavirus Disease
2019) telah mengguncang seluruh wilayah Indonesia bahkan dunia yang tak
kunjung usai dan belum ditemukan obatnya hingga saat ini. Pemerintah menyerukan
aturan-aturan kebijakan dengan istilah sosial distancing hingga PSBB
(Pembatasan Sosial Berskala Besar). Masyarakat diminta untuk berdiam diri
dirumah (stay at home), siswa belajar dari rumah (study at home), kerja dari rumah (work from
home), dan berdoa dari rumah (pray at home). Namun kebijakan ini
tidak sedikit dari masyarakat yang menentangnya. Banyak dari masyarakat yang
mengeluh karena sumber penghasilannya memaksakan mereka harus keluar rumah
untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan anak-anaknya yang sekolah karena memerlukan
kuota internet. Misalnya saja dilansir dari radarbali.jawapos.com wisatawan
mancanegara yang datang minus 99,93 % pada bulan April 2020 dibandingkan dengan
bulan Maret 2020. Bali yang menjadi salah satu pendorong perekonomian menurun
drastis yang sebelumnya ramai wisatawan datang dari berbagai negara nampak
terlihat sangat sepi. Sehingga pedagang kehilangan pembeli. Seruan beribadah
dari rumah juga menjadi permasalahan karena dianggap dapat mengurangi kadar
keimanan. Pemandangan-pemandangan kegiatan umat beragama terlihat berbeda dari
sebelumnya, tempat-tempat ibadah terlihat seakan-akan tidak memiliki umat. Tempat
perziarahan besar seperti Ka’bah yang
tiba-tiba sepi bahkan suatu hari tertentu Ka’bah menjadi kosong tak memiliki
pengunjung. Untuk mengatasi permasalahan ini akhirnya pemerintah memutuskan kebijakan
baru yaitu dengan melaksanakan tatanan kehidupan yang berbasis adaptasi untuk
membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat dengan rajin berolahraga agar
menjaga imun tubuh, sesering mungkin mencuci tangan dengan sabun, keluar rumah
harus memakai masker, dan menghindari kerumunan orang. Hal inilah yang kemudian
disebut dengan era new normal atau normal baru
Walaupun demikian, pemandangan awan mendung yang
berarak masih membawa tangis resah dan juga lapisan ozon semakin menipis dari
hari demi hari tergerus oleh waktu akibat ulah sang penguasa nafsu material
yang tidak mau bersahabat dengan alam. Hal ini telah memperlihatkan kondisi
bumi sedang mengalami masalah. Tanpa disadari bersama, dalam kondisi pandemi COVID-19
ini telah menyadarkan bahwa sebagai umat beragama harus menjalankan dharma yang
baik agar lebih dekat kepada Sang Pencipta. Semua agama terkena dampak dari
wabah ini dan sudah saatnya diperlukaan sebuah moderasi beragama guna
bersama-sama menghadapinya. Patut dipahami bahwa dari segala bentuk ujian yang
mengakibatkan dampak buruk bagi kehidupan manusia, pasti menyimpan dampak
positif . Nampaknya dalam ajaran agama Hindu istilah Rwa Bhineda kembali
digunakan. Oleh karena itu, inilah yang perlu diselami lebih dalam lagi apa
manfaat dari segi positifnya yang dapat diperoleh.
Jika dilihat dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, Agama
memiliki arti sistem yang mengatur tata keimanan (Kepercayaan) dan peribadatan
kepada T uhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan
pergaulan manusia dan manusia dengan lingkungannya. Ada sebuah tuntunan untuk
membimbing umat manusia agar menjalankan suatu tatanan kehidupan guna mencapai
keharmonisan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia
dengan lingkungan. Itulah yang disebut dengan ajaran Tri Hita Karana
dalam kitab suci Hindu dan tentunya setiap penganut kepercayaan mimiliki
tuntunan dengan kitab sucinya masing-masing yang menjadikan hal mutlak bagi
pemeluknya.
Agama Hindu adalah agama yang kental dengan banten dan
upacara . Jadi tidak heran jika segala bentuk kegiatan keagamaan pasti
menggunakan banten dan upacara yang besar guna menunjukkan bukti rasa bhakti
kepada Tuhan yang telah memberikan
anugrah dan karunia yang tiada batasnya. Namun dalam kondisi pandemi seperti
ini, menyebabkan ekonomi semakin mencekik. Kebutuhan finansial semakin tinggi yang
tidak seimbang dengan penghasilan. Kegiatan upacara yang besar jarang terlihat
lagi dan terlihat seolah-olah semakin tidak relevan lagi jika upacara besar
dilaksanakan. Virus Corona seperti mengajarkan kembali konsep Tiga Kerangka Dasar
agama Hindu yaitu Tattwa , Susila dan Upacara harus berjalan
dengan seimbang. Tingkatan yadnya yaitu Nista Yadnya, Madya Yadnya dan
Utama Yadnya penting sekali dipahami untuk menyesuaikan kondisi pandemi
seperti ini. Disadari atau tidak, mau tidak mau selama ini umat Hindu terjebak
pada banten dan upacara saja. Terkesan memaksakan jika semestinya tidak mampu
dilakukan. Fenomena-fenomena diluar nalar yang menyebabkan kegaduhan pasti
dikaitkan dengan Niskala yang berhubungan dengan upacaranya. Padahal
dalam hal ini tidak ada yang salah dengan upacaranya. Dilihat dari segi
pemahaman susila, bahwa segala bentuk fenomena ini adalah ulah dari
karma atau tingkah laku yang dibuat oleh manusia itu sendiri. Tanah longsor
terjadi karena manusia yang mengikuti nafsunya untuk menebang pohon
sembarangan. Banjir tidak akan terjadi jika manusia mau menjaga alam dengan
baik dengan tidak membuang sampah sembarangan, tidak membangun pemukiman
dipinggir sungai, dan perbuatan-perbuatan lain yang merugikan alam. Manusia
akan terhindar dari virus corona jika mereka mau bersama-sama patuh dan taat
pada aturan-aturan pemerintah. Selalu menjaga jarak jika berkumpul dengan orang
banyak, mencuci tangan sesering mungkin, dan selalu menggunakan masker. Kalau
seseorang terdidik sampai kesadaran dalam beragama dan bertindak secara tegas
menurut prinsip kesusilaan, maka orang
tersebut tergolong orang yang sangat cerdas dalam beragama. Atas dasar tattwa
yang diyakini sebagai umat Hindu, penting sekali untuk selalu mencakupkan
tangan dan rajin bersembahyang kepada Ida Hyang Widhi Wasa. Melaksanakan puja Tri
Sandya dengan tulus serta memohon perlindungan dan keselamatan, astungkara
dengan cara seperti ini diharapkan wabah COVID-19 cepat berlalu.
Proses memahami serta mengamalkan ajaran-ajaran sastra
suci dalam kondisi pandemi COVID-19 harus dilaksanakan dengan benar. Suasana
pikiran yang tulus dalam pelayanan bhakti harus ditingkatkan agar tidak
menyimpang dari ajaran dharma. Maka dari itu diperlukan sebuah moderasi beragama
atau pandangan yang tidak berlebihan untuk mendukung pelaksanaan dharma di era new
normal. Mengingat tujuan agama Hindu adalah moksartham jagadhita ya ca
iti dharma yang artinya tujuan hidup yaitu kesejahteraan dan kebahagiaan di
dunia maupun di alam moksa (Bersatunya atman dengan Brahman). Oleh sebab itu
pelepasan ikatan duniawi perlu ditanam
dalam jiwa(atman) sejak dini agar terus merasakan kebahagiaan rohani. Ada hal
yang sangat relevan harus dilakukan dalam moderasi beragama Hindu di era new
normal yang dikutip dalam sastra suci weda:
Bhagawad Gita X.25
Maharsinam bhrgur aham
Giram asmy ekam aksaram
Yajnanam japa yajno smi
Sthavaranam himalayah
Artinya :
Di
antara maharsi Aku adalah Bhrgu; di antara ucapan suci, Aku adalah Omkara; Di
antara yajna, Aku adalah Japa mantra , di antara benda-benda tak bergerak Aku
adalah Himalaya.
Jika diperhatikan tanpa berspekulasi, dengan jelas sloka
tersebut mengatakan “ Di antara yajna, Aku adalah Japa mantra ”. Jelas bahwa di
antara korban-korban suci yajna Aku (Tuhan Yang maha Esa) adalah ucapan-ucapan
nama-nama suci Tuhan atau Japa. Bhagawad Gita menegaskan bahwa diantara segala
jenis korban suci, pengucapan nama-nama suci itulah yang paling utama. Proses
pengucapan nama-nama suci Tuhan yaitu dengan menggunakan rudraksa atau kayu tulasi/neem.
Nama-nama suci Tuhan yang dapat diucapkan secara berulang-ulang seperti om nama siwaya, om namo bhagawate vasudevaya.Om
namo Narayana ya, Om sri laksmi, dan
masih banyak lagi nama kepribadian agung yang dapat diucapkan sesuai dengan
rasa atau kepuasan untuk meningkatkan rasa bhakti /ikatan kuat kepada Tuhan dan
mencapai kebahagiaan rohani. Selain itu dalam Manawa Dharma Sastra IV.23 juga
menyebutkan “ Yang mengetahui bahwa yajna yang dilakukan dalam ucapan dan dalam
nafas mereka akan memberi pahala yang tak terhancurkan; dan yang selalu
mempersembahkan nafas mereka dalam ucapan mereka dan ucapan-ucapan pada nafas
mereka ”. Dalam Bhagawata Purana, Naradya Purana dan masih banyak lagi
sastra-sastra suci weda yang menegaskan pentingnya mengucapkan nama suci Tuhan.
Kembali dugaan umat Hindu yang hanya fokus pada yadnya-yadnya saja yang
diutamakan. Oleh karena itu sloka-sloka tersebut merupakan solusi untuk
menjawab pelaksanaan dharma yang relevan pada masa pandemi COVID-19 ini.
Melihat momentum perubahan besar dalam kegiatan
beragama, membiasakan diri dengan upacara yadnya yang sederhana tanpa
mengurangi kualitasnya. Mulai berpandangan bahwa pentingnya moderasi beragama Hindu
yaitu tidak hanya dengan banten dan upacara-upacara saja, namun harus seimbang dengan
meningkatkan tattwa membaca kitab suci itu sangat penting dilakukan agar umat Hindu
memiliki acuan atau tuntunan dalam menghadapi masalah-masalah yang ada. Segala
sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan disebut dengan kebahagiaan rohani,
walaupun barangkali diperlihatkan dengan berbagai cara namun tujuannya tetap
sama. Oleh karena itu, Tuhan sudah memberikan wahyu suci yang tertulis pada
sastra suci weda dengan murah hati menuntun umat-Nya serta menjaga mereka agar
tetap pada jalan yang progresif untuk kembali pulang kepada Tuhan.
Daftar
Referensi
Gede Pudja. Bhagawad Gita. Hal 261
Gede Pudja. Manawa Dharma Sastra(Weda
Smerti). Hal 122
KBBI
(Kamus Besar Bahasa Indonesia)
Suwanto, A. (2020, Juni Minggu). Potensi Resesi
Ekonomi Bali Akibat pandemi Covid-19. Retrieved from
radarbali.jawapos.com:
https://radarbali.jawapos.com/read/2020/06/28/201361/potensi-resesi-ekonomi-bali-akibat-pandemi-covid-19/diakses
pada tanggal 14 November 2020
Wednesday 23 October 2019
Jangan Merasa Paling Menderita
Sunday 15 July 2018
Silsilah Peradaban Hindu Petak 8 Sumbermanggis
Halo sahabat Hindu, disini saya akan membahas mengenai silsilah peradaban umat hindu yang ada di petak 8 Sumbermanggis secara singkat. Cerita ini saya dapatkan hasil dari wawancara Bapak Suwono selaku Ketua RT petak 8 beragama Hindu di acara Sadana Camp yang dilaksanakan oleh peradah Banyuwangi.
Nb: yang penasaran silahkan datang ya, mari kita melihat perkembangan agama Hindu dipelosok tengah-tengah Hutan Sumbermanggis..👦